Skip to main content

Kerelaan penuh kepadaNya

 

Kita seringkali membaca dzikir ini waktu di sekolah dulu ataupun saat dzikir pagi-sore.


ضيت بِاللَّه ربّاً وبالإِسلام دينا وَبِمُحَمَّدٍ صلى الله عَلَيْهِ وَسلم نَبيا

Rodhitu Billahi Rabba wa bil Islami dina wa bimuhammadin Shallallahu ‘Alaihi Wa sallama Nabiyya

Artinya:

“Aku rela Allah menjadi Tuhanku, Islam agamaku, dan Nabi Muhammad Nabiku”

Tapi kita seringkali tidak memaknai ini dengan dalam dan tulus.  Padahal keutamaan dzikir ini masya Allah luar biasa.

“Seseorang hamba Allah yang Muslim mengistiqamahkan bacaan zikir setiap pagi dan sore sebanyak tiga kali yang berupa rodhitu billahi robba wa bil islami dina wa bi muhammadin nabiyya (aku rela Allah menjadi tuhanku, Islam agamaku, dan Nabi Muhammad nabiku) itu pasti akan mendapat keridhaan Allah sampai hari kiamat nanti.” (HR: Al-Nasa’i)

Sewaktu membaca fadhiilah ttg doa ini aku tuh heran.. kok bisa ya cuman baca ini tapi sama Allah dijanjikan surga.  Tapi setelah memaknainya, rupanya memang kalimat ini tuh sangat berat dan sangat sulit untuk diamalkan

Radhiitu billahi rabba ( Aku ridha Allah sebagai Rabbku)

Bermakna keridhoan total diri kita sebagai seorang hamba yang mau diatur oleh Allah meski itu terasa berat dan sulit. Mengakui Allah sebagai Rabb juga berarti percaya atas segala ketetapan dan pengaturan Allah dalam hidup kita. Akhirnya jika benar ridho bahwa Allah adalah Rabb kita, pemilik jiwa kita, maka kita akan taat tanpa tapi, dan ridho dengan segala takdir yang Allah berikan.

wa bil Islami diina ( dan (ridha) Islam sebagai Agamaku)

Ketika kita meridhai Islam sebagai agama kita, maka tidak perlu ada keraguan tentang bagaimana hidup kita jika itu diatur oleh Islam. Sebab kita yakin aturan Islam itulah yang menyelamatkan hidup kita, membawa kebahagiaan dunia- akhirat. Kita juga yakin Islamlah agama yang haq diantara yang lain. Kita pun tidak akan tertarik bahkan ada gaya hidup non-muslim dan mengadopsi pemikiran mereka, sebab kita paham bahwa Islam adalah way of life sendiri yang luar biasa. Kita nyatanya sering protes dengan syariat yang kita rasa memberatkan atau tidak adil bagi kita. Entah itu atas nama HAM, toleransi, pluralisme, feminisme dll. Dan lagi, jika kita ridha Islam sebagai agamat, maka seharusnya kita bangga menjadi seorang muslim, bahkan  menampilkannya, serta mendakwahkannya.

Berat kan ? Ya Rabb berat..  nah ini yang terakhir pun gak kalah berat.

.. wa bi muhammadi shallallahu ‘alaihi wa sallama nabiyya (  (dan (ridha) Muhammad SAW sebagai nabiku..)

Ketika kita ridha bawa Rasullullah SAW adalah nabi dan rasul yang Allah utus penyampai risalahNya, maka seharusnya kita menjadikan Rasulullah sebagai contoh utama dalam hidup. Bagaimana beliau hidup, berakhlak, membangun keluarga, mendidik anak, memperbaiki masyarat bahkan sampai membangun negara. Namun kenyataanya ? Nampaknya kita lebih berbinar ketika melihat gaya hidup barat, jepang ataupun korea yang terlihat lebih maju dan beradab. Kita malu hidup mencontoh Rasulullah, kita tidak paham bagaimana beliau hidup. Dan kita pun lebih lekat dengan literasi barat tentang bagaiman  seharusnya berperilaku.  Padahal Rasulullah telah memberi tauladan lebih dahulu hingga mampu mengubah arab jahiliyah menjadi bangsa yang maju dan bermartabat. Yaa ini salah kita yang tak kenal dengan beliau, juga tak lekat dengan literasi Islam. 

Aku tuh mikir, pantas saja Allah menjanjikan  surga atas lafadz dzikir tadi. Karena dzikir tadi melambangkan ketundukan penuh atas Allah dan segala syariat dan ketetapanya. Sedangkan ketundukan penuh itu adalah hal yang sangat berat bagi setiap muslim. Semoga Allah mampukan kita dijalan ketaatan, Allah mampukan kita mengendalikan hawa nafsu agar tunduk dibawah syariat..  Allah berikan kita taufiq dan hidayahnya agar senantiasa dekat dalam majelis Ilmu, guru-guru yang hanif serta orang-orang yang shalih.  

 

 

 

 

 

Comments

Popular posts from this blog

Growth Mindset in Motherhood

Berjibaku dalam dunia rumah tangga, relasi suami istri, menjadi orang tua emang gak mudah. Banyak banget tantangan yang harus di hadapi. Rasanya setiap minggu bahkan setiap hari ada saja masalah baru yang datang. Yang kadang kalo terus ditumpuk ternyata lama-lama bisa menimbulkan pola pikir destruktif di otak kita.  Misal kita berkali-kali mencoba resep MPASI tapi berkali kali pula di tolak dan dilepet kembali oleh anak.  Kalau kita punya pikiran destruktif, kita bisa aja berfikir “ aduh ni kayaknya aku ga  bakat masak nihh.. makanannya ditolak terus “. Atau bisa juga kita langsung ngejudge, “ wah ni anak pilih pilih makan nih kayak bapaknya, ya udahlah seadanya aja”.  Dan akhirnya kita pun meyerah dan memberikan makan sesuai ‘selera’ anak bukan kebutuhannya Nah pola pikir mirip sepert ini, yang cenderung menyerah dengan kondisi, menjudge diri/kondisi terlalu dini, dan merasa bahwa keadaan ataupun segala sesuatu itu sudah baku alias ga bisa diubah ini bahaya banget karena membuat kit

Belajar dari Ibu Hebat

Belajar dari ibu ibu hebat.  Jadi ceritanya sebulan lalu ummi galau mau lanjutin belajar di ma'had atau enggak. Karena luar biasa capek pulangnya dan ditunggu dg amanah domestik lain dirumah. Ditambah lagi khalid anaknya 'seperti' kurang sosialisasi, jadi ummi bertekad kalo berhenti mau full ngelatih potensi dan sosioemosional khalid.. Menjelang masuk pun masih galau. Lanjut gak yaa.. Ya udahlah beli kitab dulu aja. Bahkan sampai pagi sebelum brangkat dauroh awal pun masih galau. Bismillah berangkat aja.  Tapi masya Allah.. Allah tuh kayak nabok bolak balik. Waktu dauroh.  Khalid yang biasanya betah 2 jam lebih nongkrong dipangkuan ummi dan g mau main sama org lain, tiba tiba dia mau main dengan anak lain. Bahkan g mau pulang.. Begitu juga untuk dauroh hari kedua Trus.. Aku ngeliat ibu ibu lain yang struggle anaknya nangkel, bahkan ada yang jatohin kipas angin deket ustadz..wkwk. Ya santai broh emaknya. Ngeladenin anaknya main kuda kudaan sambil liat kitab. Masya Allah..

Memahami dan Mengukur Diri

Suatu ketika saya melihat status teman saya. Ia memuji seorang ibu yang beranak 4 namun bisa menyelesaikan pendidikannya hingga S3 dan membuka klinik. Waah hebat sekali dia . Saya yang baru saja beres memasak dll, belum nyuci, ditambah harus ditambah persiapan membawa anak untuk les bahasa arab rasanya langsung tak karuan . Sedih, merasa minder dan aaah apalah aku .  Yang cuman seminggu sekali les bahasa arab aja rasanya syukur alhamdulillah bisa terwujud.. Belum lagi ketika pulang les, PR mengangkat jemuran, nyetrika dan cuci baju sedang menunggu. Seketika mengingat pujian teman saya tadi keikhlasan saya sedikit terkikis.. "Ya Allah... Apakah yang kulakukan ini kurang bernilai ? Hanya berkutat di rumah, tak ada gelar tambahan,tak ada gaji dr keringat saya.." " Ya Allah.. Apakah hanya wanita bergelar dan berbisnis saja yg disebut wanita hebat ?" Saya pun makin merendah diri saat ingat cita cita ingin melanjutkan S2, punya bisnis dsb. Tapi melihat realita l