Skip to main content

Belajar dulu, lagi dan terus

Semakin hari semakin menyadari bahwa ketika saya sudah menikah justru semakin banyak saya harus menuntut ilmu. Bukan sekedar belajar bagaimana mendidik dan mengasuh anak yang baik. Ataupun bagaimana agar pasangan ridho dengan saya.
Justru saya dituntut mempunya ilmu yang lebih luas lagi yang berkaitan dengan diri saya sebagai seorang hamba, bagian dari keluarga dan bagian dari masyarakat.

Misalnya mulai dari peran saya sebagai ibu. Saya harus paham jenis jenis najis dirumah agar saya tahu bagaimana mensucikannya dan rumah saya pun suci dari najis. Karena beda jenis najis, beda pensucian. Tidak selalu najis bisa suci dengan cara di pel. Juga rupanya istinja tidak bisa menggunakan tisu basah (saya baru tau). Ah masalah najis saja saya merasa harus banyak baca.
Misal ilmu mengenai mu'amalah, saya harus tau hukum BPJS dalam Islam, Asuransi, memakai GoPay, Paypal, transaksi Jual Beli , Riba dsb. Agar saya tidak terjerumus  dari dosa besar yang tidak saya kehendaki.

Dalam sisten pergaulan saya dituntut untuk tahu soal menggunakan Gojek , Grabtaxi, ikhtilat seperti apa, hukum rekreasi ditempat2 wisata,  mengenai mahram, aturan menutup aurat dll.
Dan masih banyak lagi perkara lain yang harus saya gali ilmunya agar saya dan keluarga bisa terhindar dari siksa neraka.
Subhanallah.. Betapa beratnya memikul amanah sebagai istri dan ibu. Betapa banyaknya beban taklif yang kita punya sebagai sebagai seorang hamba. Oleh karena itu ngaji Islam alias menuntut ilmu itu wajib dan sebuah kebutuhan bagi kita. Jika kita merasa butuh dengan surga maka kita akan merasa butuh dengan mengkaji. Makanya.. Yuk yang single selain baca buku ttg nikah, baca juga buku tentang syariat2 islam yang lainnya.
Dan bagi yang sudah menikah... Hayu kita semangat baca semangat ngaji agar kita bisa menyelamatkan keluarga kita dari api neraka. Naudzubillahi mindzalik..

Comments

Popular posts from this blog

Growth Mindset in Motherhood

Berjibaku dalam dunia rumah tangga, relasi suami istri, menjadi orang tua emang gak mudah. Banyak banget tantangan yang harus di hadapi. Rasanya setiap minggu bahkan setiap hari ada saja masalah baru yang datang. Yang kadang kalo terus ditumpuk ternyata lama-lama bisa menimbulkan pola pikir destruktif di otak kita.  Misal kita berkali-kali mencoba resep MPASI tapi berkali kali pula di tolak dan dilepet kembali oleh anak.  Kalau kita punya pikiran destruktif, kita bisa aja berfikir “ aduh ni kayaknya aku ga  bakat masak nihh.. makanannya ditolak terus “. Atau bisa juga kita langsung ngejudge, “ wah ni anak pilih pilih makan nih kayak bapaknya, ya udahlah seadanya aja”.  Dan akhirnya kita pun meyerah dan memberikan makan sesuai ‘selera’ anak bukan kebutuhannya Nah pola pikir mirip sepert ini, yang cenderung menyerah dengan kondisi, menjudge diri/kondisi terlalu dini, dan merasa bahwa keadaan ataupun segala sesuatu itu sudah baku alias ga bisa diubah ini bahaya banget karena membuat kit

Memahami dan Mengukur Diri

Suatu ketika saya melihat status teman saya. Ia memuji seorang ibu yang beranak 4 namun bisa menyelesaikan pendidikannya hingga S3 dan membuka klinik. Waah hebat sekali dia . Saya yang baru saja beres memasak dll, belum nyuci, ditambah harus ditambah persiapan membawa anak untuk les bahasa arab rasanya langsung tak karuan . Sedih, merasa minder dan aaah apalah aku .  Yang cuman seminggu sekali les bahasa arab aja rasanya syukur alhamdulillah bisa terwujud.. Belum lagi ketika pulang les, PR mengangkat jemuran, nyetrika dan cuci baju sedang menunggu. Seketika mengingat pujian teman saya tadi keikhlasan saya sedikit terkikis.. "Ya Allah... Apakah yang kulakukan ini kurang bernilai ? Hanya berkutat di rumah, tak ada gelar tambahan,tak ada gaji dr keringat saya.." " Ya Allah.. Apakah hanya wanita bergelar dan berbisnis saja yg disebut wanita hebat ?" Saya pun makin merendah diri saat ingat cita cita ingin melanjutkan S2, punya bisnis dsb. Tapi melihat realita l

Belajar dari Ibu Hebat

Belajar dari ibu ibu hebat.  Jadi ceritanya sebulan lalu ummi galau mau lanjutin belajar di ma'had atau enggak. Karena luar biasa capek pulangnya dan ditunggu dg amanah domestik lain dirumah. Ditambah lagi khalid anaknya 'seperti' kurang sosialisasi, jadi ummi bertekad kalo berhenti mau full ngelatih potensi dan sosioemosional khalid.. Menjelang masuk pun masih galau. Lanjut gak yaa.. Ya udahlah beli kitab dulu aja. Bahkan sampai pagi sebelum brangkat dauroh awal pun masih galau. Bismillah berangkat aja.  Tapi masya Allah.. Allah tuh kayak nabok bolak balik. Waktu dauroh.  Khalid yang biasanya betah 2 jam lebih nongkrong dipangkuan ummi dan g mau main sama org lain, tiba tiba dia mau main dengan anak lain. Bahkan g mau pulang.. Begitu juga untuk dauroh hari kedua Trus.. Aku ngeliat ibu ibu lain yang struggle anaknya nangkel, bahkan ada yang jatohin kipas angin deket ustadz..wkwk. Ya santai broh emaknya. Ngeladenin anaknya main kuda kudaan sambil liat kitab. Masya Allah..