Misal kita berkali-kali mencoba resep MPASI tapi berkali kali pula di tolak dan dilepet kembali oleh anak. Kalau kita punya pikiran destruktif, kita bisa aja berfikir “ aduh ni kayaknya aku ga bakat masak nihh.. makanannya ditolak terus “. Atau bisa juga kita langsung ngejudge, “ wah ni anak pilih pilih makan nih kayak bapaknya, ya udahlah seadanya aja”. Dan akhirnya kita pun meyerah dan memberikan makan sesuai ‘selera’ anak bukan kebutuhannya
Nah pola pikir mirip
sepert ini, yang cenderung menyerah dengan kondisi, menjudge diri/kondisi
terlalu dini, dan merasa bahwa keadaan ataupun segala sesuatu itu sudah baku
alias ga bisa diubah ini bahaya banget karena membuat kita jadi ga berkembang
dan fokus sama keadaan bukan solusi. Pola pikir seperti inilah yang disebut
sebagai Fixed mindset atau pola pikir baku. Jadi fixed mindset ini menganggap
bahwa segala sesuatu dalam diri kita itu udah final dan gak bisa diubah.
Sering gak, secara gak sadar kita suka nyeletuk gini
1.
Ya ampun aku ceroboh banget sii jadi ibu
2.
Aku mah ga cocok masak, ga enak terus
3.
Aku emang gak pinter itu dari sananya
4. Iih da aku mah apa atu..
5.
Suamiku mah emang bebal , susah dikasih tau diajak
diskusi
6.
Anakku mah susah anteng, dari sananya gitu
Dann masih banyak lagi statement serupa yang ternyata kalo
ditelisik , rada nyerempet nih ke fixed mindset. Padahal dalam berumah tangga
dan menjadi orang tua, punya fixed mindset ni bahaya banget. Karena kita
akan cenderung mudah menjudge orang/situasi, ,menyalahkan kondisi,
dan pesimis menghadapi masalah. Menyadara realitas yang ada, menerima
kekurangan diri, sadar akan ketidak idealan itu penting banget. Tapi kalo ternyata
sadar realitas itu disertai dengan judgment bahwa semuanya susah diubah, ini
semua sudah bawaan dari lahir, semuanya sudah final dan terpentok kondisi, naah
ini bahaya banget. Nah jadi apa dong
solusi buat kita yang seringkali memandang sesuati pake kacamata fixed mindset.
Jawabannya adalah Growth mindset. Yaitu pola pikir berkembang. Jadi memandang
pengetahuan, kepribadian, bakat itu bukanlah hal final. Tapi bisa diupgrade dan
dikembangkan.
Misal kita menghadapi realitas anak kita susah diatur,
maunya ngebangkang, kurang adab dsb. Ibu yang ppunya growth mindset gak akan mudah
menjudge anak ini nakal dan bakalan bebal sampai dewasa. Tapi justru malah
merasa semangat dalam mencari ilmu parenting, karena yakin perilaku anak ini
belum final dan pasti bisa diubah seiring dengan treatment yang disertai ilmu.
Atau misalnya seorang ibu yang berkali kali gagal mengelola
emosi dan marah dengan cara yang tidak tepat. Bagi yang memiliki fixed mindset
dia akan menjudge ke dirinya sendiri bahwa dia ibu yang gagal, ibu yang kasar, orang
yang tidak pantas jadi ibu. Atau bisa jadi pasrah dan mencari pembenaran. “yaa
aku mah bawaan dari keluarga aku emang gini, temperamental jadi susah diubah”.
Tapi hal ini gak berlaku untuk yang memiliki growth mindset,
buat mereka, pengelolaan emosi itu bisa dilatih dan kecerdasan emosi hari ini itu
gak final dan bisa dikembangkan. Ibu dengan growth mindset akan berusaha memaafkan
dirinya sendiri dan bertekad untuk kembali belajar mengelola emosinya dengan
berbagai cara dan menyemangati dirinya sendiri. Meskipun mungkin kedepannya ia
gagal lagi dalam mengelola amarahnya, ia akan tetap semangat belajar dan
mencoba melatih emosinya dikemudian hari tanpa ada judgement negatif terhadap
dirinya sendiri.
Nah ada tips dari aku untuk memberikan sugesti positif ala growth mindset ketika kita dihadaplan hambatan atau tantangan dalam masalah apapun. Yaitu mengubah kata 'tapi' menjadi 'walaupun''.
Misal
contoh 1:
- Aku tuh pengen anakku BBnya naik, tapi dia susah banget makan
jadi ...
-Walaupun anakku susah makan, aku akan tetap bisa buat anakku BBnya naik (biidznillah).
contoh 2:
-Aku tuh ingin anakku bisa jadi hafidz quran , tapi boro-boro aku sendiri ngaji aja belum lancar
ubah menjadi ..
- Walaupun aku sendiri ngajinya belum lancar, Insya Allah anakku akan tetap bisa jadi haifidz quran
contoh 3
- Aku tuh pengen anakku jadi anak yang shalih, beradab, terjaga pergaulannya, tapi lingkungan kami kurang kondusif
ubah menjadi
- Walaupun lingkungan kami kurang kondusif, Insya Allah aku tetap bisa membuat anakku menjadi shalih, beradab dan terjaga pergaulannya
Nah dengan penambahan kata walaupun ini, akan membuat suasana pikiran kita lebih positif dan optimis dalam menghadapi berbagai tantangan. Jangan lupa juga setelah mengubah statement menjadi lebih positif, dibarengi juga dengan menambahkan pertanyaan " What should I do ?" Sehingga statement tadi bukan sekedar penyemangat tapi juga sebagai upaya pencarian solusi. Misal di contoh kedua, tambahkan pertanyaan " Apa yang harus aku lakukan supaya anakku jadi hafidz meski ngajiku masih pas-pasan ?" Jawabnya misal upgrade ngaji diri sendiri, luangkan waktu hafalan, carikan guru,ikutkan lembaga tahfidz, dsb.
Comments
Post a Comment